A.Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti rumah. Dalam kejadian pelecehan seksual biasanya terdiri dari 10 persen kata-kata pelecehan, 10 persen intonasi yang menunjukkan pelecehan, dan 80 persen non verbal.
v Pelaku dan Korban
Walaupun secara umum wanita sering mendapat sorotan sebagai korban pelecehan seksual, namun pelecehan seksual dapat menimpa siapa saja. Korban pelecehan seksual bisa jadi adalah laki-laki ataupun perempuan. Korban bisa jadi adalah lawan jenis dari pelaku pelecehan ataupun berjenis kelamin yang sama.
§ Pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, warga negara, latar belakang, maupun status sosial.
§ Korban dari perilaku pelecehan sosial dianjurkan untuk mencatat setiap insiden termasuk identitas pelaku, lokasi, waktu, tempat, saksi dan perilaku yang dilakukan yang dianggap tidak menyenangkan. Serta melaporkannya ke pihak yang berwenang.
§ Saksi bisa jadi seseorang yang mendengar atau melihat kejadian ataupun seseorang yang diinformasikan akan kejadian saat hal tersebut terjadi. Korban juga dianjurkan untuk menunjukkan sikap ketidak-senangan akan perilaku pelecehan.
v Pencegahan
Secara umum pencegahan pelecehan seksual dapat dilakukan dengan cara menghindari berpergian sendirian pada malam hari dan memakai pakaian yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang dapat mengundang orang lain melakukan pelacehan seksual. Walaupun tidak ada jaminan bahwa berpakaian tertutup akan aman dari perilaku pelecehan seksual, namun kode etik berpakaian secara profesional dan prilaku yang yang baik dianjurkan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Juga dianjurkan untuk pergi bersama teman atau keluarga lainnya apabila ada keperluan diluar dan memastikan bahwa keberadaan diri diketahui oleh orang lain.
B.Pornografi
Pornografi (dari bahasa Yunani πορνογραφία pornographia — secara harafiah tulisan tentang atau gambar tentang pelacur) (kadang kala juga disingkat menjadi "porn," "pr0n," atau "porno") adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan membangkitkan birahi (gairah seksual). Pornografi berbeda dari erotika. Dapat dikatakan, pornografi adalah bentuk ekstrem/vulgar dari erotika. Erotika sendiri adalah penjabaran fisik dari konsep-konseperotisme. Kalangan industri pornografi kerap kali menggunakan istilah erotika dengan motif eufemisme namun mengakibatkan kekacauan pemahaman di kalangan masyarakat umum.
Pornografi dapat menggunakan berbagai media — teks tertulis maupun lisan, foto-foto, ukiran, gambar, gambar bergerak (termasuk animasi), dan suara seperti misalnya suara orang yang bernapas tersengal-sengal. Film porno menggabungkan gambar yang bergerak, teks erotik yang diucapkan dan/atau suara-suara erotik lainnya, sementara majalah seringkali menggabungkan foto dan teks tertulis. Novel dan cerita pendek menyajikan teks tertulis, kadang-kadang dengan ilustrasi. Suatu pertunjukan hidup pun dapat disebut porno.
Kadang-kadang orang juga membedakan antara pornografi ringan dengan pornografi berat. Pornografi ringan umumnya merujuk kepada bahan-bahan yang menampilkan ketelanjangan, adegan-adegan yang secara sugestif bersifat seksual, atau menirukan adegan seks, sementara pornografi berat mengandung gambar-gambar alat kelamin dalam keadaan terangsang dan kegiatan seksual termasuk penetrasi. Di dalam industrinya sendiri dilakukan klasifikasi lebih jauh secara informal. Pembedaan-pembedaan ini mungkin tampaknya tidak berarti bagi banyak orang, namun definisi hukum yang tidak pasti dan standar yang berbeda-beda pada penyalur-penyalur yang berbeda pula menyebabkan produser membuat pengambilan gambar dan penyuntingannya dengan cara yang berbeda-beda pula. Mereka pun terlebih dulu mengkonsultasikan film-film mereka dalam versi yang berbeda-beda kepada tim hukum mereka. Di beberapa wilayah hukum di Amerika penampilan gambar atau film tentang orang yang sedang membuang hajat ikut dimasukkan dalam definisi pornografi.
Pada sisi lain kehidupan masyarakat kota, dijumpai beberapa wanita lebih senang di ekspoitasi atau mengeksploitasi dirinya sebagai objek porno. Wanita lebih suka menonjolkan bagian-bagian tubuhnya untuk menjerat lawan jenisnya. Bentuk tantangan seperti ini adalah sisi lain dari subjektifitas wanita dalam memperlakukan perilaku seksnya, serta bagaimana mereka menempatkan tingkah laku tersebut pada makna porno yang sesungguhnya. Penggunaan rok mini, jeans ketat, you can see, produk iklan yang mayoritas didominasi oleh wanita, perek atau free sex, dan bahkan pelacuran yang banyak ditemui di kota adalah contoh yang sangat mudah untuk mendukung pernyataan ini.
v Sejarah pornografi
Pornografi mempunyai sejarah yang panjang. Karya seni yang secara seksual bersifat sugestif dan eksplisit sama tuanya dengan karya seni yang menampilkan gambar-gambar yang lainnya. Foto-foto yang eksplisit muncul tak lama setelah ditemukannya fotografi. Karya-karya film yang paling tuapun sudah menampilkan gambar-gambar telanjang maupun gambaran lainnya yang secara seksual bersifat eksplisit.
Manusia telanjang dan aktivitas-aktivitas seksual ditampilkan dalam sejumlah karya seni paleolitik (mis. patung Venus), namun tidak jelas apakah tujuannya adalah membangkitkan rangsangan seksual. Sebaliknya, gambar-gambar itu mungkin mempunyai makna spiritual. Ada sejumlah lukisan porno di tembok-tembok reruntuhan bangunan Romawi di Pompeii. Para arkeolog di Jerman melaporkan pada April 2005 bahwa mereka telah menemukan apa yang mereka yakini sebagai sebuah gambaran tentang adegan porno yang berusia 7.200 tahun yang melukiskan seorang laki-laki yang sedang membungkuk di atas seorang perempuan dalam cara yang memberikan kesan suatu hubungan seksual. Gambaran laki-laki itu diberi nama Adonis von Zschernitz.
Film-film porno juga hampir sama usianya dengan media itu sendiri. Menurut buku Patrick Robertson,Film Facts, "film porno yang paling awal, yang dapat diketahui tanggal pembuatannya adalah A L'Ecu d'Or ou la bonne auberge", yang dibuat di Prancis pada 1908. Jalan ceritanya menggambarkan seorang tentara yang kelelahan yang menjalin hubungan dengan seorang perempuan pelayan di sebuah penginapan. El Satario dari Argentina mungkin malah lebih tua lagi. Sebuah film menunjukkan bagaimana konvensi-konvensi porno mula-mula ditetapkan. Film Jerman Am Abend (sekitar 1910) adalah, demikian tulis Robertson, "sebuah film pendek sepuluh menit yang dimulai dengan seorang perempuan yang memuaskan dirinya sendiri di kamarnya dan kemudian beralih dengan menampilkan dirinya sedang berhubungan seks dengan seorang laki-laki, melakukan fellatio dan penetrasi anal." (Robertson, hlm. 66)
Banyak film porno seperti itu yang dibuat dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya, namun karena sifat pembuatannya dan distribusinya yang biasanya sembunyi-sembunyi, keterangan dari film-film seperti itu seringkali sulit diperoleh.
Film tahun 1971 The Boys in the Sand dapat disebutkan sebagai yang "pertama" dalam sejumlah hal yang menyangkut pornografi. Film ini umumnya dianggap sebagai film pertama yang menggambarkan adegan porno homoseksual. Film ini juga merupakan film porno pertama yang mencantumkan nama-nama pemain dan krunya di layar (meskipun umumnya menggunakan nama samaran). Ini juga film porno pertama yang membuat parodi terhadap judul film biasa (judul film ini The Boys in the Band). Dan ini adalah film porno kelas X pertama yang dibuat tinjauannya oleh New York Times.
a. Pornoteks
Adalah karya porno yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual, dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, termasuk pula cerita-cerita porno dalam buku-buku komik, sehingga pembaca merasa seakan-akan ia menyaksikan sendiri, mengalami sendiri atau melakukan sendiri peristiwa hubungan seks tersebut. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks ini menyebabkan terciptanya theatre of mind pembaca tentang arena seksual yang sedang berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi “menggebu-gebu” terhadap objek hubungan seks yang digambarkan itu.
b. Pornosuara
Pornosuara, yaitu suara, tuturan, kata-kata dan kalimat-kalima yang diucapkan seseorang, yang langsung atau tidak langsung, bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang objek seksual atau aktivitas seksual. Pornosuara ini secara langsung atau tidak member penggambaran tentang objek seksual maupun aktivitas seksual kepada lawan bicara atau pendengar, sehingga berakibat kepada efek rangsangan seksual terhadap orang yang mendengar atau penerima informasi seksual itu.
c. Pornoaksi
Adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan member rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual bagi yang melihatnya. Pornoaksi pada awalnya adalah aksi-aksi subjek-objek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksuaal bagi seeseorang termasuk menimbulkan seksual di masyarakat.
C. Pornomedia.
Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, porno suara, dan porno aksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter media yang menyiarkannya. Bahkan varian-varian porno ini menjadi satu dalam media jaringan,seperti internet yaitu yang sering dikenal dengan cyber sex, cyber porno, dan sebagainya. Agenda media tentang varian porno dan penggunaan media massa dan telekomunikasi ini untuk menyebarkan varian tersebut inilah yang dimaksud dengan pornomedia. Dengan demikian, konsep porno media meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media, seperti antara lain gambar-gambar dan teks porno yang dimuat di media cetak, film-film porno, cerita cerita cabul dan provider telepon yang menjual jasa suara-suara rayuan porno.
v Teknologi dan Pornografi
Pornografi yang diedarkan secara massal sama tuanya dengan mesin cetak sendiri. Hampir bersamaan dengan penemuan fotografi, teknik ini pun digunakan untuk membuat foto-foto porno. Bahkan sebagian orang mengatakan bahwa pornografi telah menjadi kekuatan yang mendorong yang mendorong teknologi dari mesin cetak, melalui fotografi (foto dan gambar hidup) hingga video, TV satelit dan internet. Seruan-seruan untuk mengatur atau melarang teknologi-teknologi ini telah sering menyebutkan pornografi sebagai dasar keprihatinannya.
v Manipulasi foto dan pornografi yang dihasilkan oleh komputer.
Sejumlah pornografi dihasilkan melalui manipulasi digital dalam program-program editor gambar seperti Adobe Photoshop. Praktik ini dilakukan dengan membuat perubahan-perubahan kecil terhadap foto-foto untuk memperbiaki penampilan para modelnya, seperti misalnya menyingkirkan cacat pada kulit, memperbaiki cahaya dan kontras fotonya, hingga perubahan-perubahan besar dalam bentuk membuatphotomorph dari makhluk-makhluk yang tidak pernah ada seperti misalnya gadis kucing atau gambar-gambar dari para selebriti yang bahkan mungkin tidak pernah memberikan persetujuannya untuk ditampilkan menjadi film porno.
Manipulasi digital membutuhkan foto-foto sumber, tetapi sejumlah pornografi dihasilkan tanpa aktor manusia sama sekali. Gagasan tentang pornografi yang sepenuhnya dihasilkan oleh komputer sudah dipikirkan sejak dini sebagai salah satu daerah aplikasi yang paling jelas untuk grafik komputer dan pembuatan gambar tiga dimensi.
Pembuatan gambar-gambar lewat komputer yang sangat realistik menciptakan dilema-dilema etika baru. Ketika gambar-gambar khayal tentang penyiksaan atau pemerkosaan disebarkan secara luas, para penegak hukum menghadapi kesulitan-kesulitan tambahan untuk menuntut gambar-gambar otentik yang menampilkan perbuatan kriminal, karena kemungkinan gambar-gambar itu hanyalah gambar sintetik. Keberadaan foto-foto porno palsu dari para selebriti memperlihatkan kemungkinan untuk menggunakan gambar-gambar palsu untuk melakukan pemerasan atau mempermalukan siapapun yang difoto atau difilmkan, meskipun ketika kasus-kasus itu menjadi semakin lazim, pengaruhnya kemungkinan akan berkurang. Akhirnya, generasi gambar-gambar yang sama sekali bersifat sintetik, yang tidak merekam peristiwa-peristiwa yang sesungguhnya, menantang kritik-kritik konvensional terhadap pornografi.
Hingga akhir 1990-an pornografi yang dihasilkan melalui manipulasi digital belum dapat dihasilkan dengan murah. Pada awal 2000-an kegiatan ini semakin berkembang, ketika perangkat lunak untuk pembuatan model dan animasi semakin maju dan menghasilkan kemampuan-kemampuan yang semakin tinggi pada komputer. Pada tahun 2004, pornografi yang dihasilkan lewat komputer gambarnya melibatkan anak-anak dan hubungan seks dengan tokoh fiksi seperti misalnya Lara Croft sudah dihasilkan pada tingkat yang terbatas.
Terbitan Playboy pada Oktober 2004 menampilkan foto-foto telanjang dada dari tokoh permainan video BloodRayne.
v Internet
Dengan munculnya internet, pornografi pun semakin mudah didapat. Sebagian dari pengusaha wiraswasta internet yang paling berhasil adalah mereka yang mengoperasikan situs-situs porno di internet Demikian pula foto-foto konvensional ataupun video porno, sebagian situs hiburan permainan video "interaktif". Karena sifatnya internasional, internet memberikan sarana yang mudah kepada konsumen yang tinggal di negara-negara di mana keberadaan pornografi dilarang sama sekali oleh hukum, atau setidak-tidaknya mereka yang tidak perlu memperlihatkan bukti usia, dapat dengan mudah mendapatkan bahan-bahan seperti itu dari negara-negara lain di mana pornografi legal atau tidak mengakibatkan tuntutan hukum. Lihat pornografi internet.
Biaya yang murah dalam penggandaan dan penyebaran data digital meningkatkan terbentuknya kalangan pribadi orang-orang yang tukar-menukar pornografi. Dengan munculnya aplikasi berbagi file peer-to-peer seperti Kazaa, tukar-menukar pornografi telah mencapai rekor yang baru. Pornografi gratis tersedia secara besar-besaran dari para pengguna lainnya dan tidak lagi terbatas pada kelompok-kelompok pribadi. Pornografi gratis dalam jumlah besar di internet juga disebarkan dengan tujuan-tujuan pemasaran, untuk menggalakkan para pelanggan yang membeli program bayaran.
Sejak akhir tahun 1990-an, "porno dari masyarakat untuk masyarakat" tampaknya telah menjadi kecenderungan baru. Kamera digital yang murah, perangkat lunak yang kian berdaya dan mudah digunakan, serta akses yang mudah ke sumber-sumber bahan porno telah memungkinkan pribadi-pribadi untuk membuat dan menyebarkan bahan-bahan porno yang dibuat sendiri atau dimodifikasi dengan biaya yang sangat murah dan bahkan gratis.
Di internet, pornografi kadang-kadang dirujuk seagai pr0n yaitu plesetan dari p0rn — porno yang ditulis dengan angka nol. Salah satu teori tentang asal-usul ejaan ini ialah bahwa ini adalah siasat yang digunakan untuk mengelakkan penyaring teks dalam program-program pesan pendek atau ruang obrol.
Menurut Google, setiap hari terjadi 68 juta pencarian dengan menggunakan kata "porno" atau variasinya.
Status hukum pornografi sangat berbeda-beda. Kebanyakan negara mengizinkan paling kurang salah satu bentuk pornografi. Di beberapa negara, pornografi ringan dianggap tidak terlalu mengganggu hingga dapat dijual di toko-toko umum atau disajikan di televisi. Sebaliknya, pornografi berat biasanya diatur ketat. Pornografi anak dianggap melanggar hukum di kebanyakan negara, dan pada umumnya negara-negara mempunyai pembatasan menyangkut pornografi yang melibatkan kekerasan atau binatang.
Sebagian orang, termasuk produser pornografi Larry Flynt dan penulis Salman Rushdie, mengatakan bahwa pornografi itu penting bagi kebebasan dan bahwa suatu masyarakat yang bebas dan beradab harus dinilai dari seberapa jauh mereka bersedia menerima pornografi.
Kebanyakan negara berusaha membatasi akses anak-anak di bawah umur terhadap bahan-bahan porno berat, misalnya dengan membatasi ketersediaannya hanya pada toko buku dewasa, hanya melalui pesanan lewat pos, lewat saluran-saluran televisi yang dapat dibatasi orang tua, dll. Biasanya toko-toko porno membatasi usia orang-orang yang masuk ke situ, atau kadang-kadang barang-barang yang disajikan ditutupi sebagian atau sama sekali tidak terpampang. Yang lebih lazim lagi, penyebaran pornografi kepada anak-anak di bawah umur dianggap melanggar hukum. Namun banyak dari usaha-usaha ini ternyata tidak mampu membatasi ketersediaan pornografi karena akses yang cukup terbuka terhadap pornografi internet.
v Pengaruh Pornomedia
Wacana mengenai konteks dan definisi porno selalu memiliki jarak waktu dan generasi yang panjang. Wacana konteks selalu meninggalkan wacana definisi, begitu pula generasi muda meninggalkan konsep-konsep generasi tua, karena perubahan sosial yang cepat.
Wacana konteks dan definisi yang berjarak, juga member pengaruh terhadap sikap dan perilaku orang terhadap fenomena porno. Sikap dan perilaku juga selalu berjarak ketika kedua wilayah (manusia ini dihadapkan dalam fenomena porno). Pada tataran sikap orang belum tentu menerima porno begitu pula pada tataran perilaku belum tentu orang melakukan tindakan-tindakan porno. Dengan kata lain, antara sikap dan perilaku ada perbedaan yang menyangkut pola tindakan orang pada fenomena porno. Meski tidak disangkal, ada pribadi tertentu dimana sikap dan perilaku konsisten satu dengan lainnya.
Jadi, substansi pengaturan dari definisi porno ini menyinggung hak-hak pribadi seseorang, sedangkan hak-hak itu sendiri adalah kebutuhan mendasar setiap orang dalam masyarakat, sehingga tidak pantas apabila ada sekelompok orang atau Negara yang bertindak sebagai sumber distribusi norma-norma yang mengatur hak-hak pribadi ini sementara ia sendiri bagian dari distribusi itu yang ikut juga menikmati porno.
Berikut ini adalah sebaran pengaruh porno media;
a. Mengubah perilaku normal menjadi abnormal
b. Meningkatkan kebiasaan menelusur dan mengonsumsi porno media dan menjadikan perilaku anomali sebagai kebiasaan.
c. Mengumpulkan pandangan tentang pornomedia dan mengubah pandangan normal terhadap anomali pornomedia
d. Mencari kepuasan pornomedia didunia nyata.
e. Sikap terhadap kepuasan pornomedia di dunia nyata dan anomali seksual sebagai tindakan normal dan wajar.
- Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi
0 komentar:
Post a Comment