I. Pengantar
Khalayak (audience) merupakan factor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui saluran/medium yang diterima sampai pada khalayak sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan komunikator.
Menurut Schramm, seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan memulai upayanya dari “apa yang harus dikatakan” , “saluran apa yang akan dipergunakan”, atau “bagaimana cara mengatakannya”, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan “siapa yang akan menjadi sasaran penyempaian pesan”.
Dalam proses komuniksi massa, implikasi dari pernyataan Schramm tersebut di atas adalah, bahwa sebelum komunikator mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang disampaikannya, khalayak terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Itulah sebabnya komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari individu atau kelompok, atau warga khalayak yang akan dijadikan sasaran. Atas dasar hal inilah baru komunikator akan dapat menentukan “apa” yang akan disampaikan dan “bagaimana” cara menyampaikannya.
II. Pengertian khalayak
Konsep “khalayak” (audience) dalam konteks komunikasi telah dikenal sejak jaman Yunani Kuno. Pada masa itu pengertian khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang menonton suatu pertunjukan (misalnya drama, atau pertandingan).
Dengan demikian pengertian khalayak di sini adalah sekumpulan orang yang terorganisir pada waktu dan tempat tertentu, di mana masing-masing secara sukarela datang ke suatu tempat karena memiliki perhatian yang sama serta tujuan yang lebih kurang sama, yaitu ingin memperoleh hiburan.
Sejalan perkembangan jaman, pengertian khalayak tersebut di atas sudah tidak lagi memadai untuk menggambarkan kondisi nyata dari khalayak. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan yang terjadi dalam hal teknologi komunikasitelah mengubah konsepsi khalayak dari rumusan awalnya.
Kehadiran teknologi mesin cetak telah melahirkan khalayak pembaca yang tidak lagi terbatas pada dimensi ruang dan waktu. Munculnya komersialisasi media massa telah memperluas skala operasi media massa dari hanya sekedar institusi sosial menjadi institusi ekonomi.
Jadi pada masa sekarang ini konsepsi khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang terbentuk sebagai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan yang jumlahnya besar (bahkan mungkin tidak terbata), tersebar secara luas, banyak di antaranya yang tidak saling mengenal satu dengan yang lainnya, dan heterogen dalam hal ciri-ciri sosio ekonomi dan demografinya.
III. Karakteristik Khalayak
1. Khalayak sebagai penggarap informasi
Pada dasarnya proses pengolahan informasi yang terjadi pihak penerima (khalayak) bersifat “selektif”. Pihak penerima pesan pada saat berhadapan dengan “bentuk informasi” tertentu akan melakukan “decoding” (pemecahan atau penginterpretasian kode). Akhirnya, tidak semua isi informasi akan diserap oleh si penerima secara utuh. Artinya, satu atau beberapa bagian dari isi pesan itu tidak akan dicerna atau diolah karena tidak masuk dalam kerangka pengetahuan dan pengalaman hidupnya, atau karena dipandang tidak sesuai dengan keperluan, minat, dan keinginannya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan seseorang secara signifikan turut mempengaruhi derajat pengolahan informasi yang smpai kepada dirinya. Orang yang latar belakang pendidikannya relative ‘tinggi’, di samping tinggi rasa ingin tahunya tentang sesuatu, juga cenderung lebih kritis, selektif, dan banyak pertimbangan dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah. Itulah sebabnya mempengaruhi sikap dan pendapat orang yang berpendidikan tinggi jauh lebih sulit dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah.
2. Khalayak sebagai “problem solver”
Khalayak jelas tidak terlepas dari permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Mereka juga akan selalu berupaya mencari cara-cara pemecahannya.
Dari pihak penerima pesan (khalayak), salah satu fungsi yang diharapkan dari penyebaran informasi melalui media massa adalah , bahwa informasi tersebut mampu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian informasi atau pesan yang dipandang tidak membantu mereka dalam memecahkan permasalahan atau malah mungkin menambah kesulitan/permaslahan baru, jelas tidak akan mendapat perahtian mereka.
3. Khalayak sebagi mediator
Pada dasarnya proses penyebaran informasi tidak berhenti pada khalayak
sasaran secara langsung sebagai barisan pertama. Arus penyebaran informasi
bisa melalui berbagai tahap dan barisan.
Proses penyebaran informasi yang demikian lazim disebut sebagai “multi-step flow of communication”. Seorang warga khalayak setelah menerima informasi dari suatu medium kemungkinan besar akan kembali meneruskan informasi tersebut kepada orang-orang lainnya.
Dan orang-orang yang menerima informasi inipun selanjutnya akan menyampaiakan kembali ke orang-orang lainnya.
Dalam proses pengolahan informasi terjadi proses seleksi yang mencakup perhatian (selective attention), persepsi (selective perception), dan daya ingat (selective recall).
4. Khalayak yang mencari pembela
Pada suatu waktu seseorang dapat mengalami krisis keyakinan dan diliputi rasa ketidakpastian. Hal ini bisa terjadi karena adanya sesuatu yang baru yang mempengaruhi keyakinannya, atau karena factor-faktor lainnya.
Dalam keadaan demikian orang tersebut akan berupaya mencari data dan informasi yang dipandang bisa mendukung atau membela keyakinannya.
Motivasi mencari informasi yang diharapkan akan dapat menjadi “pembela” keyakinan merupakan salah satu factor yang mendorong terjadinya seleksi media. Dengan perkataan lain, seseorang memilih satu medium tertentu dengan alasan bahwa informasi yang diperoleh dari medium tersebut mampu mendukung atau memperkuat keyakinannya.
5. Khalayak sebagai anggota kelompok
Sebagai mahluk sosial, seorang individu juga terikat oleh nilai-nilai kelompok yang diikutinya, baik secara formal maupun informal.
Yang dimaksud dengan kelompok formal di sini antara lain ABRI, KORPRI, Serikat Buruh, dll, sedangkan yang termasuk kelompok informal misalnya kelompok-kelompok hobi seperti pencinta alam, kelompok olah raga, dll.
6. Khalayak sebagai Kelompok
Secara sosiologis masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok orang yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri bisa menyangkut cirri demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, sukubangsa, dan bisa juga brdasarkan cirri-ciri nondemografis seperti nilai, hobi, orientasi, dan lain-lain.
Cara berbicara dengan kalangan orang tua tentunya berbeda dengan kalangan anak muda. Kaitannya dengan proses penyebaran informasi melalui media massa adalah, bahwa diperlukan adanya “segmentasi” khalayak. Melalui segmentasi ini khalayak dipandang sebagai suatu kelompok yang secara relative mempunyai ciri-ciri yang tidak terlalu beragam. Dengan demikian, penyajian pesan/informasi dengan sendirinya akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik dari kelompok khalayak sasaran.
7. Selera Khalayak
Dalam kaitannya dengan media massa seperti surat kabar dan majalah, selera khalayak ini bisa menyangkut aspek-aspek jenis isi informasi, (misalnya informasi politik, ekonomi, sosial, budaya), teknik penyajian (bentuk huruf, lay out), atau bentuk/formatnya (surat kabar, majalah, tabloid, sheet).
Agar penyampaian informasi mencapai sasarannya, terlebih dahulu perlu diketahui apa dan bagaimana selera dari calon sasaran khalayak yang akan dituju. Selera khalayak ini bisa juga berubah-ubah.
IV. Pesan Nonverbal
A. Fungsi Pesan Nonverbal
Menurut Mark L. Knapp ada 5 fungsi pesan nonverbal sebagai berikut :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; misalnya setelah saya menjealskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala berkali-kali.
2. Substitusi : menggantikan lambang-lambang verbal; misalnya tanpa sepatah katapun Anda berkata, Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.
3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan Anda dengan mencibirkan bibir Anda dan berkata “Hebat, kau memang hebat”.
4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya;
Misalnya Anda mengungkapkan betap jengkelnya Anda denga memukul mimbar.
B. Arti Penting Pesan Nonverbal secara psikologis
1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi.
Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak membaca pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar Anda dan mengungkapkan gelora kerinduan Anda. Anda tertegun, Anda tidak menemukan kata- kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang begitu mudah diungkapkan melalui pesan nonverbal.
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas. Fungsi metakomuniaktif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.
Khalayak (audience) merupakan factor penentu keberhasilan komunikasi. Ukuran keberhasilan upaya komunikator yang ia lakukan adalah apabila pesan-pesan yang disampaikan melalui saluran/medium yang diterima sampai pada khalayak sasaran, dipahami, dan mendapatkan tanggapan positif, dalam arti sesuai dengan harapan komunikator.
Menurut Schramm, seorang perancang komunikasi yang baik tidak akan memulai upayanya dari “apa yang harus dikatakan” , “saluran apa yang akan dipergunakan”, atau “bagaimana cara mengatakannya”, melainkan terlebih dahulu mempertanyakan “siapa yang akan menjadi sasaran penyempaian pesan”.
Dalam proses komuniksi massa, implikasi dari pernyataan Schramm tersebut di atas adalah, bahwa sebelum komunikator mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang disampaikannya, khalayak terlebih dahulu mempengaruhi komunikator. Itulah sebabnya komunikator akan berusaha mengumpulkan data dan informasi mengenai karakteristik dari individu atau kelompok, atau warga khalayak yang akan dijadikan sasaran. Atas dasar hal inilah baru komunikator akan dapat menentukan “apa” yang akan disampaikan dan “bagaimana” cara menyampaikannya.
II. Pengertian khalayak
Konsep “khalayak” (audience) dalam konteks komunikasi telah dikenal sejak jaman Yunani Kuno. Pada masa itu pengertian khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang menonton suatu pertunjukan (misalnya drama, atau pertandingan).
Dengan demikian pengertian khalayak di sini adalah sekumpulan orang yang terorganisir pada waktu dan tempat tertentu, di mana masing-masing secara sukarela datang ke suatu tempat karena memiliki perhatian yang sama serta tujuan yang lebih kurang sama, yaitu ingin memperoleh hiburan.
Sejalan perkembangan jaman, pengertian khalayak tersebut di atas sudah tidak lagi memadai untuk menggambarkan kondisi nyata dari khalayak. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan yang terjadi dalam hal teknologi komunikasitelah mengubah konsepsi khalayak dari rumusan awalnya.
Kehadiran teknologi mesin cetak telah melahirkan khalayak pembaca yang tidak lagi terbatas pada dimensi ruang dan waktu. Munculnya komersialisasi media massa telah memperluas skala operasi media massa dari hanya sekedar institusi sosial menjadi institusi ekonomi.
Jadi pada masa sekarang ini konsepsi khalayak menunjuk pada sekumpulan orang yang terbentuk sebagai akibat atau hasil dari kegiatan komunikasi yang dilakukan yang jumlahnya besar (bahkan mungkin tidak terbata), tersebar secara luas, banyak di antaranya yang tidak saling mengenal satu dengan yang lainnya, dan heterogen dalam hal ciri-ciri sosio ekonomi dan demografinya.
III. Karakteristik Khalayak
1. Khalayak sebagai penggarap informasi
Pada dasarnya proses pengolahan informasi yang terjadi pihak penerima (khalayak) bersifat “selektif”. Pihak penerima pesan pada saat berhadapan dengan “bentuk informasi” tertentu akan melakukan “decoding” (pemecahan atau penginterpretasian kode). Akhirnya, tidak semua isi informasi akan diserap oleh si penerima secara utuh. Artinya, satu atau beberapa bagian dari isi pesan itu tidak akan dicerna atau diolah karena tidak masuk dalam kerangka pengetahuan dan pengalaman hidupnya, atau karena dipandang tidak sesuai dengan keperluan, minat, dan keinginannya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan seseorang secara signifikan turut mempengaruhi derajat pengolahan informasi yang smpai kepada dirinya. Orang yang latar belakang pendidikannya relative ‘tinggi’, di samping tinggi rasa ingin tahunya tentang sesuatu, juga cenderung lebih kritis, selektif, dan banyak pertimbangan dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah. Itulah sebabnya mempengaruhi sikap dan pendapat orang yang berpendidikan tinggi jauh lebih sulit dibandingkan dengan orang yang latar belakang pendidikannya lebih rendah.
2. Khalayak sebagai “problem solver”
Khalayak jelas tidak terlepas dari permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Mereka juga akan selalu berupaya mencari cara-cara pemecahannya.
Dari pihak penerima pesan (khalayak), salah satu fungsi yang diharapkan dari penyebaran informasi melalui media massa adalah , bahwa informasi tersebut mampu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian informasi atau pesan yang dipandang tidak membantu mereka dalam memecahkan permasalahan atau malah mungkin menambah kesulitan/permaslahan baru, jelas tidak akan mendapat perahtian mereka.
3. Khalayak sebagi mediator
Pada dasarnya proses penyebaran informasi tidak berhenti pada khalayak
sasaran secara langsung sebagai barisan pertama. Arus penyebaran informasi
bisa melalui berbagai tahap dan barisan.
Proses penyebaran informasi yang demikian lazim disebut sebagai “multi-step flow of communication”. Seorang warga khalayak setelah menerima informasi dari suatu medium kemungkinan besar akan kembali meneruskan informasi tersebut kepada orang-orang lainnya.
Dan orang-orang yang menerima informasi inipun selanjutnya akan menyampaiakan kembali ke orang-orang lainnya.
Dalam proses pengolahan informasi terjadi proses seleksi yang mencakup perhatian (selective attention), persepsi (selective perception), dan daya ingat (selective recall).
4. Khalayak yang mencari pembela
Pada suatu waktu seseorang dapat mengalami krisis keyakinan dan diliputi rasa ketidakpastian. Hal ini bisa terjadi karena adanya sesuatu yang baru yang mempengaruhi keyakinannya, atau karena factor-faktor lainnya.
Dalam keadaan demikian orang tersebut akan berupaya mencari data dan informasi yang dipandang bisa mendukung atau membela keyakinannya.
Motivasi mencari informasi yang diharapkan akan dapat menjadi “pembela” keyakinan merupakan salah satu factor yang mendorong terjadinya seleksi media. Dengan perkataan lain, seseorang memilih satu medium tertentu dengan alasan bahwa informasi yang diperoleh dari medium tersebut mampu mendukung atau memperkuat keyakinannya.
5. Khalayak sebagai anggota kelompok
Sebagai mahluk sosial, seorang individu juga terikat oleh nilai-nilai kelompok yang diikutinya, baik secara formal maupun informal.
Yang dimaksud dengan kelompok formal di sini antara lain ABRI, KORPRI, Serikat Buruh, dll, sedangkan yang termasuk kelompok informal misalnya kelompok-kelompok hobi seperti pencinta alam, kelompok olah raga, dll.
6. Khalayak sebagai Kelompok
Secara sosiologis masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok orang yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri bisa menyangkut cirri demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, sukubangsa, dan bisa juga brdasarkan cirri-ciri nondemografis seperti nilai, hobi, orientasi, dan lain-lain.
Cara berbicara dengan kalangan orang tua tentunya berbeda dengan kalangan anak muda. Kaitannya dengan proses penyebaran informasi melalui media massa adalah, bahwa diperlukan adanya “segmentasi” khalayak. Melalui segmentasi ini khalayak dipandang sebagai suatu kelompok yang secara relative mempunyai ciri-ciri yang tidak terlalu beragam. Dengan demikian, penyajian pesan/informasi dengan sendirinya akan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik dari kelompok khalayak sasaran.
7. Selera Khalayak
Dalam kaitannya dengan media massa seperti surat kabar dan majalah, selera khalayak ini bisa menyangkut aspek-aspek jenis isi informasi, (misalnya informasi politik, ekonomi, sosial, budaya), teknik penyajian (bentuk huruf, lay out), atau bentuk/formatnya (surat kabar, majalah, tabloid, sheet).
Agar penyampaian informasi mencapai sasarannya, terlebih dahulu perlu diketahui apa dan bagaimana selera dari calon sasaran khalayak yang akan dituju. Selera khalayak ini bisa juga berubah-ubah.
IV. Pesan Nonverbal
A. Fungsi Pesan Nonverbal
Menurut Mark L. Knapp ada 5 fungsi pesan nonverbal sebagai berikut :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; misalnya setelah saya menjealskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala berkali-kali.
2. Substitusi : menggantikan lambang-lambang verbal; misalnya tanpa sepatah katapun Anda berkata, Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.
3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan Anda dengan mencibirkan bibir Anda dan berkata “Hebat, kau memang hebat”.
4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya;
Misalnya Anda mengungkapkan betap jengkelnya Anda denga memukul mimbar.
B. Arti Penting Pesan Nonverbal secara psikologis
1. Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi.
Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banyak membaca pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar Anda dan mengungkapkan gelora kerinduan Anda. Anda tertegun, Anda tidak menemukan kata- kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang begitu mudah diungkapkan melalui pesan nonverbal.
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas. Fungsi metakomuniaktif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.
Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal terdapat redundansi (lebih banyak lambang dari yang diperlukan), repetisi, ambiguity (kata-kata yang bermakna ganda), dan abstraksi.
6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit atau tersirat. Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal.
C. Klasifikasi Pesan Nonverbal
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu “
1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.
2. Ruang, waktu, dan diam.
John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengemukakan klasifikasi lain dari pesan
nonverbal, sebagai berikut :
1. isyarat-isyarat nonverbal perilaku (behavioral)
2. isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik sepeerti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasi lainnya.
Bahasa tubuh
Ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics). Istilah ini dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell.
Setiap anggota tubuh manusia seperti wajah, tangan, kepala, kaki, dan bahkan seluruh anggota tubuh kita dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.
Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan.
Misalnya, orang yang sedang menelepon, meskipun lawan bicara tidak melihat, ia menggerak-gerakkan tangannya. Isyarat tangan atau ”berbicara dengan tangan” disebut emblem, mempunyai makna dalam suatu budaya. Desmond Morris et. al, mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama tapi mempunyai makna yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Sementara seorang Arab menginventarisir paling tidak 247 isyarat tangan yang berlainan yang digunakan orng Arab untuk melengkapi suatu pembicaraan.
Negara-negara di mana orang-orangnya dikenal sebagai “berbicara dengan tangan” adalah : Perancis, Italia, Spanyol, Mexico, Arab, dan India. Sementara bangsa-bangsa yang termasuk hemat atau jarang menggunakan isyarat tangan ketika mereka berbicra adalah beberapa suku Indian di Bolivia. Karena iklimnya dingin, mereka meletakkan tangan mereka di bawah syal atau selimut, dan oleh karena itu mereka lebih mengandalkan ekspresi wajah dan mata.
Gerakan Kepala
Di beberapa negara, anggukan kepala malah berarti “Tidak”, seperti di Bulgaria, sedangkan isyarat untuk “Ya” adalah dengan menggelengkan kepala.
Di Yunani dan Timur Tengah, kata “Tidak” diisyaratkan dengan cara menyentakkan kepalanya ke belakang dan menengadahkan wajah.
Sebagian orang di Arab dan Italia mengatakan “Tidak” dengan mengangkat dagu, sebaliknya cara ini di Maori Selandia baru hal ini berarti “Ya”.
Di India Selatan, gelengan kepala berarti “Ya”, sedangkan di Indonesia hal ini berarti “Tidak”.
Di Uni Emirat Arab, menggelengkan kepala berarti “ya”.
Di kebanyakan negara, orang yang duduk sambil menegakkan kepala di hadapan orang yang berbicara berarti memperhatikan si pembicara. Di Australia, pembicara akan menyangka Anda kecapekan atau mengantuk bila anda memejamkan mata. Akan tetapi, orang Jepang yang tampak tertidur (mata terpejam dan kepala menunduk), ketika orang presentasi, sebenarnya sedang menyimak presentasi tersebut dengan sungguh-sungguh.
Postur tubuh dan posisi kaki
Penelitian yang dilakukan oleh William Sheldon memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen.
Menurut Sheldon, bentuk tubuh yang gemuk (endomorph) berhubungan dengan sifat malas dan tenang.
Bentuk tubuh yang atletis (mesomorph) berhubungan dengan sifat asertif dan percaya diri, sedangkan tubuh yang kurus (ectomorph) berhubungan dengan sifat introvert yang lebih menyenangi aktivitas mental daripada aktivitas fisik.
Prof. Hafied Cangara mengelompokkan kode nonverbal sebagai beikut :
1) Kinesics
Ialah kode nonvebal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan yang bisa dibedakanatas 5 jenis, yaitu :
1. Emblems
Ialah isyarat yang punya arti langung pada simbol yang dibat oleh gerakan badan. Misalnya mengangkat jari V yang artinya victory atau menang; mengangkat jempol yang berarti baik (Indonesia), tetapi berarti jelek (India). Kerdipan mata berarti ”saya tidak sungguh-sungguh”
2. Illustrators
Ialah isyarat yang dibuat dengan gerakan-gerakan badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya mengenai besarnya barang atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan. Pandangan ke bawah berarti kesedihan atau depresi
3. Affect displays
Ialah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional sehingga brpengaruh paada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, senyum, mencibir, sinis, dn sebagainya. Hampir semua bangsa di dunia menilai perilaku tertawa dan tersenyum sebagai lambang kebahagiaan, sedangkan menangis adalah lambang kesedihan.
4. Regulators
Ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada daerah kepala, misalnya mengangguk tanda setuju atau menggeleng tanda menolak.
5. Adaptory
Ialah gerakan-gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan, misalnya menggerutu, mengepalkan tinju ke atas meja, dan sebagainya.
Selain gerakan-gerakan badan yang dilakukan oleh kepala dan tangan, juga gerakan kaki memberi isyarat seprti halnya posisi duduk. Bagi masyarakat Amerika dan Eropa, posisi duduk dengan posisi kaki menyilang di atas kaki lainnya atau berdiri sambil bertolak pinggang adalah hal biasa, tetapi bagi orang Indonesia hal ini dinilai sebagai perbuatan yang kurang sopan. Begitu juga halnya menerima atau membri sesuatu dengan tangan kiri, pada masyarakat Barat adalah sesuatu hal yang biasa, seangkan di Indonesia adalah sesuatu yang kurang sopan.
2) Gerakan Mata
Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dlam memberi isyarat tanpa kata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah cerminan isi hati seseorang. Hal ini misalnya terbukti adanya ungkapan ””lirikan matanya memiliki arti” atau ”pandangan matanya mengundang”.
Mark Knapp mengemukakan 4 fungsi utama gerakan mata sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh umpan balik dari lawan bicara. Misalnya dengan mengucapkan bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut?
2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara
3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, di mana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebebaliknya orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghinari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan menghindar dari orang yang menagihnya.
4. Sebagai pengganti jarak fisik
Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesat, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat emngatasi jarak pemisah.
3) Sentuhan (touching)
Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.
Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas 3 macam :
1. Kinesthetic
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2. Sosiofugal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umumnya orang Amerika atau Asia Timur dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orng Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.
3. Thermal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim, misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.
4. Paralanguage
Ialah isyarat yangditimbulkan dari tekanan atau irama suara sebagai penerima pesan dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan. Misalnya kata ”datang-datanglah ke rumah” bisa diartikan `
betul-bertul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi.
Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa diartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski sesungguhna bukan begitu maksudnya, sebab hal tersebut sudh menjadi kebiasaan etnik tersebut.
4) Diam
Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti.Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti negatif, tetapi bisa juga mengandung arti positif.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap berdiam diri sangast sulit ditebak, apakah orang itu malu, penakut, cemas, atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya mengatkan ”tidak”. Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu, sikap diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu, tetapi tidak juga berarti menrima. Mungkin dalam hal ini, sikap diam berarti ia ingin menyimpan rahasia tertentu, dan hanya ia-lah yang tahu.
Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, lingkungan fisik, dan iklim, serta tujuan pencitraan mempengaruhi orang cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda akan menyesuaikan cara mereka berdandan dengan faktor tersebut. Misalnya pada musim dingin, orang akan berpakaian yang tebal dan menutup seluruh tubuh. Di Amerika, buasna warna teduh dikenakan untuk kegiatan bisnis dan sosial. Di India dan Myanmar, orang menggunakan busana tradisional untuk kegiatan bisnis, sebagaimana juga dilakukan oleh orang Arab.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian merupakan cerminan dari kepribadiannya, misalnya apakah ia orang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Bagi orang-orang tertentu, pakaian, rumah, kenderaan, perhiasan, dan sebagainya dipakai untuk memproyeksikan citra mereka di hadapan masyarakat.
Mereka mempunyai persepsi bahwa dengan memakai pakaian tertentu mereka akan dipandang tertentu pula oleh masyarakat.
Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Setiap budaya mempunyai cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang, baik di dalam rumah, di luar rumah, maupun ketika berhubungan dengan orang lain.
Edward T. Hall (antropolog), mengemukakan istilah proxemics sebagai bidang studi yang mengkaji persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), yaitu cara manusia menggunakan ruang dalam berkomunikasi. Beberapa ahli lainnya memperluas konsep proksemika ini dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi seperti iklim, pencahayaan, dan kepadatan penduduk.
Pencahayaan dapat mendorong atau menghalangi seseorang untuk berkomunikasi. Cahaya yang terang sangat diharapkan dalam ruang kuliah dan ruang baca, karena dibutuhkan untuk membaca dan menulis. Sementara di sebuah kafe atau tempat kencan lainnya, dibutuhkan cahaya redup atau lebih lunak. Untuk keperluan pembicaraan yang bersifat pribadi, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup adalah tidak mungkin menggunakan cahaya yang terang benderang.
Parabahasa
Parabahasa atau vokalika (vocalics) mengacu pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi –rendah), intensitas (volume), suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara gemetar, suitan, tawa, erangan, desahan, gumaman, gerutuan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, dan ketakutan. Kadangkala kita bosan mendengar pembicaraan orang bukan karena isi atau materi yang disampaikannya, melainkan karena disampaikan dengan cara monoton dan lamban.
Satu contoh yang menarik dari parabahasa adalah ketika Presiden Habibie (waktu itu, tahun 1999). Sebelum Habibie menyampaikan Laporan Pertanggungjawabannya di hadapan Sidang MPR, para anggota majelis sudah bersuara ”Huuuuu...” Tidak sulit untuk memaknai teriakan seperti itu, yaitu sikap penolakan dan pelecehan, meskipun para anggota majelis itu belum mengucapkan sepatah katapun juga.
Meskipun aspek-aspek parabahasa ini berkaitan dengan komunikasi verbal, aspek-aspek tersebut harus dianggap sebagai bagian dari komunikasi nonverbal, yang menunjukkan kepada kita bagaimana perasaan pembicara
Mengenai pesannya, apakah ia percaya diri, gugup, atau menunjukkan aspek-aspek emosional lainnya.
Satu contoh parabahasa yang lain adalah berbicara dengan suara yang keras.Di Indonesia, suku bangsa yang dikenal dengan tekanan suaranya yang keras, selain Batak, adalah sukubangsa di Riau Kepualauan. Mereka biaa bebicara keras karena suara mereka terkondisikan oleh alam, yaitu kerasnya tiupan angin dan ombak.
Bangsa yang cenderung bersuara keras ketika berkomunikasi adalah Bangsa Arab, terutama ketika mereka brbicara kepada orang yang mereka sukai. Bagi orang Arab, suara keras menandakan kekuatan dan ketulusan, sedangkan suara lemah mengisyaratkan kelemahan atau tipu daya. Itulah sebabnya, bila kita tidak mengenal karakter budaya ini, boleh jadi kita menganggap suara keras mereka sebagai tanda agresivitas, kekasaran atau kemarahan, bukan sebagai cerminan ketulusan atau keranahan.
Mungkin di bangsa-bangsa lain aspek parabahasa bukan pada volume suara , akan tetapi mungkin pada kecepataannya atau ”melodi”nya. Orang Amerika berbicara lebih keras daripada orang Perancis; orang Malaysia berbicara lebih cepat daripada orang Indonesia; orang Arab berbicara lebih cepat daripada orang Inggris; sementara orang Thailand berbicara lebih bermelodi daripada orang Jepang.
6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti di sini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit atau tersirat. Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal.
C. Klasifikasi Pesan Nonverbal
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu “
1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.
2. Ruang, waktu, dan diam.
John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengemukakan klasifikasi lain dari pesan
nonverbal, sebagai berikut :
1. isyarat-isyarat nonverbal perilaku (behavioral)
2. isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik sepeerti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasi lainnya.
Bahasa tubuh
Ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics). Istilah ini dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell.
Setiap anggota tubuh manusia seperti wajah, tangan, kepala, kaki, dan bahkan seluruh anggota tubuh kita dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.
Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan.
Misalnya, orang yang sedang menelepon, meskipun lawan bicara tidak melihat, ia menggerak-gerakkan tangannya. Isyarat tangan atau ”berbicara dengan tangan” disebut emblem, mempunyai makna dalam suatu budaya. Desmond Morris et. al, mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama tapi mempunyai makna yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Sementara seorang Arab menginventarisir paling tidak 247 isyarat tangan yang berlainan yang digunakan orng Arab untuk melengkapi suatu pembicaraan.
Negara-negara di mana orang-orangnya dikenal sebagai “berbicara dengan tangan” adalah : Perancis, Italia, Spanyol, Mexico, Arab, dan India. Sementara bangsa-bangsa yang termasuk hemat atau jarang menggunakan isyarat tangan ketika mereka berbicra adalah beberapa suku Indian di Bolivia. Karena iklimnya dingin, mereka meletakkan tangan mereka di bawah syal atau selimut, dan oleh karena itu mereka lebih mengandalkan ekspresi wajah dan mata.
Gerakan Kepala
Di beberapa negara, anggukan kepala malah berarti “Tidak”, seperti di Bulgaria, sedangkan isyarat untuk “Ya” adalah dengan menggelengkan kepala.
Di Yunani dan Timur Tengah, kata “Tidak” diisyaratkan dengan cara menyentakkan kepalanya ke belakang dan menengadahkan wajah.
Sebagian orang di Arab dan Italia mengatakan “Tidak” dengan mengangkat dagu, sebaliknya cara ini di Maori Selandia baru hal ini berarti “Ya”.
Di India Selatan, gelengan kepala berarti “Ya”, sedangkan di Indonesia hal ini berarti “Tidak”.
Di Uni Emirat Arab, menggelengkan kepala berarti “ya”.
Di kebanyakan negara, orang yang duduk sambil menegakkan kepala di hadapan orang yang berbicara berarti memperhatikan si pembicara. Di Australia, pembicara akan menyangka Anda kecapekan atau mengantuk bila anda memejamkan mata. Akan tetapi, orang Jepang yang tampak tertidur (mata terpejam dan kepala menunduk), ketika orang presentasi, sebenarnya sedang menyimak presentasi tersebut dengan sungguh-sungguh.
Postur tubuh dan posisi kaki
Penelitian yang dilakukan oleh William Sheldon memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen.
Menurut Sheldon, bentuk tubuh yang gemuk (endomorph) berhubungan dengan sifat malas dan tenang.
Bentuk tubuh yang atletis (mesomorph) berhubungan dengan sifat asertif dan percaya diri, sedangkan tubuh yang kurus (ectomorph) berhubungan dengan sifat introvert yang lebih menyenangi aktivitas mental daripada aktivitas fisik.
Prof. Hafied Cangara mengelompokkan kode nonverbal sebagai beikut :
1) Kinesics
Ialah kode nonvebal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan yang bisa dibedakanatas 5 jenis, yaitu :
1. Emblems
Ialah isyarat yang punya arti langung pada simbol yang dibat oleh gerakan badan. Misalnya mengangkat jari V yang artinya victory atau menang; mengangkat jempol yang berarti baik (Indonesia), tetapi berarti jelek (India). Kerdipan mata berarti ”saya tidak sungguh-sungguh”
2. Illustrators
Ialah isyarat yang dibuat dengan gerakan-gerakan badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya mengenai besarnya barang atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan. Pandangan ke bawah berarti kesedihan atau depresi
3. Affect displays
Ialah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional sehingga brpengaruh paada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, senyum, mencibir, sinis, dn sebagainya. Hampir semua bangsa di dunia menilai perilaku tertawa dan tersenyum sebagai lambang kebahagiaan, sedangkan menangis adalah lambang kesedihan.
4. Regulators
Ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada daerah kepala, misalnya mengangguk tanda setuju atau menggeleng tanda menolak.
5. Adaptory
Ialah gerakan-gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan, misalnya menggerutu, mengepalkan tinju ke atas meja, dan sebagainya.
Selain gerakan-gerakan badan yang dilakukan oleh kepala dan tangan, juga gerakan kaki memberi isyarat seprti halnya posisi duduk. Bagi masyarakat Amerika dan Eropa, posisi duduk dengan posisi kaki menyilang di atas kaki lainnya atau berdiri sambil bertolak pinggang adalah hal biasa, tetapi bagi orang Indonesia hal ini dinilai sebagai perbuatan yang kurang sopan. Begitu juga halnya menerima atau membri sesuatu dengan tangan kiri, pada masyarakat Barat adalah sesuatu hal yang biasa, seangkan di Indonesia adalah sesuatu yang kurang sopan.
2) Gerakan Mata
Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dlam memberi isyarat tanpa kata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah cerminan isi hati seseorang. Hal ini misalnya terbukti adanya ungkapan ””lirikan matanya memiliki arti” atau ”pandangan matanya mengundang”.
Mark Knapp mengemukakan 4 fungsi utama gerakan mata sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh umpan balik dari lawan bicara. Misalnya dengan mengucapkan bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut?
2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara
3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, di mana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebebaliknya orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghinari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan menghindar dari orang yang menagihnya.
4. Sebagai pengganti jarak fisik
Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesat, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat emngatasi jarak pemisah.
3) Sentuhan (touching)
Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.
Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas 3 macam :
1. Kinesthetic
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2. Sosiofugal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umumnya orang Amerika atau Asia Timur dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orng Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.
3. Thermal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim, misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.
4. Paralanguage
Ialah isyarat yangditimbulkan dari tekanan atau irama suara sebagai penerima pesan dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan. Misalnya kata ”datang-datanglah ke rumah” bisa diartikan `
betul-bertul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi.
Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa diartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski sesungguhna bukan begitu maksudnya, sebab hal tersebut sudh menjadi kebiasaan etnik tersebut.
4) Diam
Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti.Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti negatif, tetapi bisa juga mengandung arti positif.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap berdiam diri sangast sulit ditebak, apakah orang itu malu, penakut, cemas, atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya mengatkan ”tidak”. Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu, sikap diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu, tetapi tidak juga berarti menrima. Mungkin dalam hal ini, sikap diam berarti ia ingin menyimpan rahasia tertentu, dan hanya ia-lah yang tahu.
Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, lingkungan fisik, dan iklim, serta tujuan pencitraan mempengaruhi orang cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda akan menyesuaikan cara mereka berdandan dengan faktor tersebut. Misalnya pada musim dingin, orang akan berpakaian yang tebal dan menutup seluruh tubuh. Di Amerika, buasna warna teduh dikenakan untuk kegiatan bisnis dan sosial. Di India dan Myanmar, orang menggunakan busana tradisional untuk kegiatan bisnis, sebagaimana juga dilakukan oleh orang Arab.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian merupakan cerminan dari kepribadiannya, misalnya apakah ia orang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Bagi orang-orang tertentu, pakaian, rumah, kenderaan, perhiasan, dan sebagainya dipakai untuk memproyeksikan citra mereka di hadapan masyarakat.
Mereka mempunyai persepsi bahwa dengan memakai pakaian tertentu mereka akan dipandang tertentu pula oleh masyarakat.
Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Setiap budaya mempunyai cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang, baik di dalam rumah, di luar rumah, maupun ketika berhubungan dengan orang lain.
Edward T. Hall (antropolog), mengemukakan istilah proxemics sebagai bidang studi yang mengkaji persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), yaitu cara manusia menggunakan ruang dalam berkomunikasi. Beberapa ahli lainnya memperluas konsep proksemika ini dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi seperti iklim, pencahayaan, dan kepadatan penduduk.
Pencahayaan dapat mendorong atau menghalangi seseorang untuk berkomunikasi. Cahaya yang terang sangat diharapkan dalam ruang kuliah dan ruang baca, karena dibutuhkan untuk membaca dan menulis. Sementara di sebuah kafe atau tempat kencan lainnya, dibutuhkan cahaya redup atau lebih lunak. Untuk keperluan pembicaraan yang bersifat pribadi, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup adalah tidak mungkin menggunakan cahaya yang terang benderang.
Parabahasa
Parabahasa atau vokalika (vocalics) mengacu pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi –rendah), intensitas (volume), suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara gemetar, suitan, tawa, erangan, desahan, gumaman, gerutuan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, dan ketakutan. Kadangkala kita bosan mendengar pembicaraan orang bukan karena isi atau materi yang disampaikannya, melainkan karena disampaikan dengan cara monoton dan lamban.
Satu contoh yang menarik dari parabahasa adalah ketika Presiden Habibie (waktu itu, tahun 1999). Sebelum Habibie menyampaikan Laporan Pertanggungjawabannya di hadapan Sidang MPR, para anggota majelis sudah bersuara ”Huuuuu...” Tidak sulit untuk memaknai teriakan seperti itu, yaitu sikap penolakan dan pelecehan, meskipun para anggota majelis itu belum mengucapkan sepatah katapun juga.
Meskipun aspek-aspek parabahasa ini berkaitan dengan komunikasi verbal, aspek-aspek tersebut harus dianggap sebagai bagian dari komunikasi nonverbal, yang menunjukkan kepada kita bagaimana perasaan pembicara
Mengenai pesannya, apakah ia percaya diri, gugup, atau menunjukkan aspek-aspek emosional lainnya.
Satu contoh parabahasa yang lain adalah berbicara dengan suara yang keras.Di Indonesia, suku bangsa yang dikenal dengan tekanan suaranya yang keras, selain Batak, adalah sukubangsa di Riau Kepualauan. Mereka biaa bebicara keras karena suara mereka terkondisikan oleh alam, yaitu kerasnya tiupan angin dan ombak.
Bangsa yang cenderung bersuara keras ketika berkomunikasi adalah Bangsa Arab, terutama ketika mereka brbicara kepada orang yang mereka sukai. Bagi orang Arab, suara keras menandakan kekuatan dan ketulusan, sedangkan suara lemah mengisyaratkan kelemahan atau tipu daya. Itulah sebabnya, bila kita tidak mengenal karakter budaya ini, boleh jadi kita menganggap suara keras mereka sebagai tanda agresivitas, kekasaran atau kemarahan, bukan sebagai cerminan ketulusan atau keranahan.
Mungkin di bangsa-bangsa lain aspek parabahasa bukan pada volume suara , akan tetapi mungkin pada kecepataannya atau ”melodi”nya. Orang Amerika berbicara lebih keras daripada orang Perancis; orang Malaysia berbicara lebih cepat daripada orang Indonesia; orang Arab berbicara lebih cepat daripada orang Inggris; sementara orang Thailand berbicara lebih bermelodi daripada orang Jepang.
Sumber :UNIVERSITAS MERCU BUANAK, FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI , Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.